Sabtu, 16 Maret 2013

Si Gatal (1)

Posted by zaky on Jul 3, '08 6:26 AM for everyone di multiply


Kunaon si eta di geroan si Ateul (dalam bahasa Indonesia artinya Gatal)?” tanya saya.
”Teuing,” kata teman saya, ”Mungkin orangnya bisa bikin orang lain gatal-gatal.”
Entah bagaimana saya kenal orang itu. Saya lupa bagaimana prosesnya. Kalau sampai tidak ingat begitu, artinya perkenalan kami tidak berkesan.
Kalau dilihat dari sisi fisik, sudah pasti saya tidak mau kenal dengan si Gatal. Tampilannya sudah tampak pikasebeleun. Kelakuannya maceuh. Ngomongnya sembarangan, tapi dibungkus dengan bahasa halus
Tetapi, mungkin sudah nasib, mungkin sudah menjadi qada dan qadar saya, kalau saya harus berteman dengan orang itu. Si Gatal. Wartawan yang belum juga kelar kuliah S-1 nya. (Mungkin saya harus lebih menyemangati biar dia semangat menyelesaikan skripsinya. Mungkin saya jangan lagi mengajaknya mabuk. Tapi dia memang suka mabuk. Anggur buah merah, intisari, dan arak, kesukaannya).
Si Gatal punya toko buku. Atau mungkin dia bekerja di toko buku itu. Saya tidak pernah bertanya. Karena sejak awal saya ke toko buku itu cuma mau ketemu si Ajo, bukan mau kenal si Gatal. Teman senasib yang juga ada di toko buku itu si Soleh. Bos mereka namanya Pak Nanang, walaupun tampilannya tidak seperti bapak-bapak. Pak Nanang orangnya soleh, ga suka minum. Mungkin dia pendukung PKS. Tapi dia tahu banyak tentang Iron Maiden.
Kembali ke si Gatal, tidak tahu kenapa orang itu banyak basa-basi. Selalu jaga image, padahal banyak orang tahu kalau image-nya ngga bagus. Suatu hari pernah saya membonceng dia, naik motor saya si Thunder Biru. (Motornya dia CB 100, bututnya bukan main. Waktu itu kami mau ke Soreang. Si Gatal yakin motornya tidak akan kuat dibawa ke Soreang. Makanya dia memohon-mohon agar bisa ikut dibonceng oleh si Thunder Biru.)
Setiap kali melihat cewe cakep, dia selalu berkata, ”Anjir mang! Eta hade barang mang!” Lalu dia akan pura-pura batuk dengan keras ”EHM!!!!
Kalau sampai batuk saja, mungkin saya tidak akan komplain. Biasanya dia akan dengan cengos-nya ngetrekan si eneng, ”Kaaa...mana neng?” Gusti Allah! Nada bicaranya itu membuat saya merinding. Nadanya benar-benar pikasebeleun. Susah buat digambarkan di sini.
Balik lagi ke si Gatal. Waktu dibonceng itu, kami lewat Lapangan Tegalega. Saat lampu lalu lintas menyala merah, dia bercerita:
Ky, urang pernah siah ditewak di dieu,” dia membuka kisah.
Kunaon bisa ditewak? Maneh keur ngabondon?” tanya saya.
Lain...gelo..urang mah tara ngabondon Mang!” dia protes.
Terus kunaon bisa ditewak? Maneh ditewak kusaha sih?” tanya saya.
Ku polisi,” kata dia.
Maenya polisi ujuk-ujuk newak? Emang maneh keur naon?” kata saya.
Justru eta mang,” kata dia, ”Urang keur sasarean di Tegalega. Terus tiba-tiba datang polisi, langsung newak urang. ’Ini satu lagi pura-pura tidur!’ Kitu ceuk polisi teh mang. Terus urang dibawa ka Polsek Coblong.
Wah?” kata saya, ”Maenya polisi ujug-ujug newak maneh. Emang jam sabaraha kajadiana?
Peuting mang! Urang oge teu nyaho kunaon tiba-tiba ditewak. Urang protes lah, ’Apa-apaan ini Pak?! Saya sedang tidur di sini!” Tapi anggeur weh urang ditewak mang.
Ah goblog,” kata saya, ”Eta mah maneh keur ngabondon! Maenya peuting-peuting di Tegalega. Naon deui lamun lain keur ngabondon?
Ih. Henteuuuu mang! Urang mah tara ngabondon!” dia protes.
Enya, terus nanaonan maneh peuting-peuting di Tegalega?” kata saya.
Jadi kieu mang....
Cerita dia terpotong, karena lampu hijau menyala. Saya tarik tuas kopling, masuk ke gigi satu, dan Si Thunder Biru melaju ke Lingkar Selatan.
(Bersambung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar