Jumat, 24 April 2015

Kesaksian Tom Joad yang Menitip Mati

Now Tom said, "Mom, wherever there's a cop beatin' a guy, wherever a hungry newborn baby cries, where there's a fight 'gainst the blood and hatred in the air, look for me Mom I'll be there

-bagian lirik “The Ghost of Tom Joad”, ditulis dan dinyanyikan oleh Bruce Springsteen-

Saya mengenal bagian lirik itu awalnya bukan karena mendengar Bruce Springsteen bernyanyi. Saya mendengarnya dari nyanyian (atau lebih tepatnya orasi) Zack de la Rocha, vokalis Rage Against the Machine. Tadinya saya berpikir lirik ituditulis Zack, karena saya terbiasa membaca syair-syair politis yang dia tulis. Saya kaget ketika akhirnya mengetahui lagu The Ghost of Tom Joad ternyata milik Bruce Springsteen. “Bisa ya orang setua itu menulis lirik sekuat ini?” pikir saya. Tentu saja itu pertanyaan bodoh, dari orang yang tidak mengenal karya-karya Bruce.

Kemudian saya penasaran, siapa sebenarnya Tom Joad? Apakah dia semacam pejuang kemanusiaan dari Amerika? Apakah dia sosok seperti MartinLuther King, Jr., atau Malcolm X, atau Mumia Abu Jamal?

Ternyata Tom Joad adalah tokoh fiksi. Dia tokoh di dalam novel John Steinbeck “Grapes of Wrath”. Novel itu mengisahkan perjalanan Tom Joad dan keluarganya dari Oklahoma ke California. Tom diceritakan sebagai orang yang dipaksa miskin, di masa depresi ekonomi Amerika. Tom yang baru keluar dari penjara menyaksikan keluarganya diusir dari lahan pertanian mereka.  Lalu dia memutuskan untuk menolong, walau harus melawan hukum lagi.

Walau tokoh fiksi, ide dan aksi Tom Joad cukup berpengaruh bagi kalangan muda Amerika. Nama Tom Joad menjadi ikon dalam gerakan protes untuk keadilan sosial. Ini bagian dari ucapan Tom Joad dalam novel “Grapes ofWrath” yang mungkin disadur oleh Bruce Springsteen menjadi bagian lirik “TheGhost of Tom Joad”:

Then it don’ matter. Then I’ll be all aroun’ in the dark. I’ll be ever’where- wherever you look. Wherever they’s a fight so hungry people can eat, I’ll be there. Wherever they’s a cop beatin’ up a guy, I’ll be there. If Casy knowed, why, I’ll be in the way guys yell when they’re mad an’- I’ll be in the way kids laugh when they’re hungry an’ they know supper’s ready. An’ when our folks eat the stuff they raise an’ live in the houses they build- why, I’ll be there. See? God, I’m talkin’ like Casy. Comes of thinkin’ about him so much.Seems like I can see him sometimes.

Jauh sebelum Bruce Springsteen menulis “The Ghost of Tom Joad”,musisi balada Woody Guhtrie yang namanya terkenal di tahun 1950-1960-an, menulis lagu yang terinspirasi karya Steinbeck , judulnya “The Ballad of Tom Joad”. Baik Springsteen maupun Guthrie, menyanyikan kisah Tom Joaddengan syahdu. Tetapi “The Ghost of Tom Joad” dinyanyikan oleh Zack de la Rocha dengan amarah.

Dia seperti sedang berpidato dengan latar hentakan alat musik elektronik. Tetapi dengan gaya bernyanyi dan musik latar yang seperti itu, kisah Tom Joad dapat dibawa ke masa kini, ke dalam gaya protes anak muda jaman sekarang. Saya lebih tergugah mendengar gaya bernyanyi Zack, dibandingkan cara Springsteen membawakannya. Misalnya di bagian ini:

Now Tom said"Mom, wherever there's a cop beatin' a guy, wherever a hungry newborn baby cries, where there's a fight 'gainst the blood and hatred in the air, look for me Mom I'll be there
Wherever there's somebody fightin' for a place to stand or decent job or a helpin' hand, wherever somebody's strugglin' to be free, look in their eyes Mom you'll see me."

Zack menyanyikan bagian lirik di atas seperti orang yang bersumpah dengan amarah di dadanya. Sekaligus juga seperti orang yang dengan bangga berjanji kepadanya ibunya, bahwa pilihan hidupnya untuk melawan ketidakadilan adalah jalan yang hidup yang paling tepat.

Bagi saya, lirik lagu yang sekuat “The Ghost of Tom Joad” ada bandingannya dalam khazanah lagu Indonesia, yaitu “Kesaksian” yang dinyanyikan Iwan Fals. Mungkin akan menarik, jika suatu hari ada yangmembawakan “Kesaksian” dengan amarah, seperti Zack de la Rocha membawakan “The Ghost of Tom Joad”.

Sayang, di Indonesia sangat jarang musisi Indonesia yang mengambil referensi menulis liriknya dari karya-karya prosa negeri sendiri. Juga jarang ada musisi mainstream Indonesia yang memiliki kemampuan menulis lirik yang kuat, yang dapat memberi pasokan energi pada sebuah gerakan protes.

Sedikit musisi yang memiliki kemampuan itu, memilih tidak muncul ke wilayah mainstream. Salah satu yang menjadi favorit saya adalah Mukti-Mukti. Bagi saya lagu Mukti yang berjudul “Revolution Is (Menitip Mati)” terasa sama kuatnya dengan “Kesaksian” dari Iwan Fals, “The Ghost of Tom Joad”dari Bruce Springsteen, dan “A Hard Rains-a-Gonna Fall” milik Bob Dylan. Lagu itu selalu menjadi pengingat bagaimana saya seharusnya melihat kehidupan.

Zaky Yamani

Tidak ada komentar:

Posting Komentar